Profesi saya saat ini adalah seorang dosen yang sedang ditugasbelajarkan atas rekomendasi dari salah satu kampus yang cukup ternama di daerah saya. Di kampus tersebut, namaku terdaftar sebagai Dosen Tetap Yayasan (DTY). Saat ini saya sedang tahap perjuangan merampungkan studi doktor (S-3) di salah satu perguruan ternama di Jawa Timur. Tepatnya di kota yang dijuluki "Kota Pahlawan".
Bagi saya, dan mungkin semua orang berpikiran bahwa untuk menyelesaikan pendidikan tingkat tinggi (S-3), sungguh tidak mudah. Tentu membutuhkan banyak pengorbanan. Bukan hanya pengorbanan berupa daya mental, waktu, dan kekuatan fisik. Akan tetapi, juga sangat membutuhkan materi yang lumayan banyak. Tetapi, hal yang membuat saya bersyukur, karena saya bisa melanjutkan pendidikan berkat bantuan biaya dari pemerintah. Namun, tampaknya bantuan tersebut bagi saya belum bisa menutupi berbagai kekurangan keuangan atau belum bisa memenuhi kebutuhan saya. Rerata kekurangan keterbatasan biaya tersebut juga dialami sebagian teman saya yang notabenenya juga sebagai seorang dosen swasta di yayasan maupun dosen berstatus PNS.
Ada hal yang berbeda antara saya dengan teman-teman lainnya. Rerata teman saya yang melanjutkan studi doktor, baik di kampus tempat studi yang berbeda maupun di kampus tempat studi yang sama, selain mereka mendapatkan bantuan studi dari pemerintah, mereka juga tetap mendapatkan gaji pokok sebagai dosen tetap bagi yang berstatus dosen PNS maupun yang hanya berstatus sebagai Dosen Tetap Yayasan (non-PNS). Teman saya yang berstatus hanya sebagai Dosen Tetap Yayasan (DTY/non-PNS), mereka tetap digaji setiap bulannya berdasarkan pangkat akademik yang mereka miliki. Misalnya saja, teman saya asal Semarang, Jember, dan Palopo, mereka berpangkat akademik sebagai asisten ahli. Mereka pun digaji dari yayasan tempat mereka mengajar sebanyak Rp. 2.500.000,- (Dua juta lima ratus ribu rupiah) tiap bulannya. Gaji yang diterima tersebut adalah gaji pokok. Namun, yang tidak mereka terima (terputus), ialah gaji tunjangan karena mereka dalam masa studi. Hal tersebut otomatis kegiatan mengajar di kampusnya juga untuk sementara dihentikan selama masa studi. Namun, gaji pokoknya tetap diterima. Beda dengan saya. Saya selama kuliah doktor, semua aktivitas mengajar saya terputus, otomatis tidak menerima tunjangan. Karena walaupun saya tidak dalam masa studi, tetap juga saya tidak menerima tunjangan apalagi gaji pokok, nihil. Memang dari dulu kondisi kampus saya demikian. Saya tidak tahu, apakah perguruan/yayasannya yang tidak mau menggaji dosennya ataukah memang tidak ada dananya. Tapi, jika dilihat, mahasiswa setiap tahunnya selalu meningkat. Intinya, yang diterima hanya gaji mengajar saja setiap akhir semester. Itupun tidak menentu. Bergantung jumlah mata kuliah dan kelas yang diajar. Jika tunjangan saja tidak ada (terputus), apalagi sepersen pun gaji pokok juga tidak ada. Hal itulah yang terkadang membuat saya iri terhadap teman-teman. Saya terkadang pula berpikir, "Apakah kondisi ini kebijakan dari pemerintah pusat atau kebijakan internal dari masing-masing pengelolah perguruan?". Entahlah! Ya, sekadar iseng-iseng saja saya menanyakan. Bagi saya, semua itu tidak saya permasalahkan. Apalagi, saya menyambung hidup bukan harus bergantung dengan perguruan tempat saya mengajar. Intinya, syukuri saja yang ada dan semua akan ada hikmahnya. Hal yang bisa membuat saya bersyukur, karena dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tanpa bantuan dari orang tua. Demikian juga ketika saya menempuh pendidikan magister (S-2) di Kota Daeng, Makassar. Dengan perjuangan, demi bisa melanjutkan studi, saya bekerja sebagai imam rawatib di salah satu masjid dan juga menjadi guru mengaji. Ya, berkat pernah "nyantri" dan "mondok", jadinya ada bekal keterampilan dan sedikit ilmu. Honor dari pekerjaan itulah yang saya gunakan untuk membiayai hidup saya selama di Makassar. Termasuk biaya kuliah saya. Selain itu, saya juga bekerja sebagai juragan fotokopi di salah satu toko buku yang ada di dekat perumahan masjid yang saya tempati.
Bagi saya, dengan melanjutkan studi doktor saya sekarang, merupakan salah satu impian saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar