Ketika saya berkunjug di salah satu kota yang cukup terkenal karena julukannya sebagai "Kota Reok", tepatnya di Kabupaten Ponorogo pada pertengahan Oktober 2016. Kegiatan kunjugan saya saat itu bukan karena keinginan saya sendiri. Akan tetapi, diajak oleh dosen pembimbing saya. Selain menemani beliau, juga saya diamanahkan untuk menjadi sopir dengan alasan beliau tidak sanggi mengendara mobil di medan yang jauh. Bagi saya, perjalanan saya waktu itu adalah satu anugrah istimewa. Sebab, di kota tersebut saya bertemu dengan salah seorang akademisi yang hebat. Selain, sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Kota Reok tersebut, beliau juga seorang penulis dan motivator hebat. Tidak hanya itu. Beliau juga memiliki perpustakaan pribadi yang cukul besar, namun di dalamnya memiliki ratusan, bahkan jutaan judul koleksi buku.
Sebut saja namanya, Sutejo. Saya menyapanya Kang Sutejo. Saya berbeda umur belasan tahun dengan biau. Beliau lebih tua dibandingkan saya. Beliau merupakan kakak senior saya di univeristas tempat saya menempuh pendidikan doktor. Bahkan pembimbing saya sama dengan beliau, Bapak Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M. A. - Beliau saat ini suadah menyandang gelar doktor, Dr. Sutejo, M. Hum.
Menurut Prof. Yu (pembimbing saya), Kang Sutejo merupakan salah seorang mahasiswanya yang sangat cerdas dan produktif karena aktif menulis buku. Bahkan sudah ratusan tulisan beliau telah dimuat di berbagai media cetak ternama, baik lokal maupun nasional.
Hal yang membuat saya bangga terhadap beliau, ialah selain aktif menulis, beliau juga telah mendirikan sebuah wadah kepenulisan "Sekolah Literasi Gratis" yang telah banyak menelorkan ratusan penulis dari kalangan mahasiswanya sendiri dan dari guru, baik dalam daerah Kabupaten Ponorogo, maupun dari luar.
Ada beberapa hal yang sangat mengesankan bagi saya ketika berkunjung di perpustakaan pribadi milik Kang Sutejo, yaitu selain mendapatkan kenang-kenangan berupa buku karya tulis beliau (kalau tidak salah, ketika itu saya mendapat 21 judul/eksemplar buku), juga mendapatkan ceramah ilmiah trik-trik menulis dan mengajarkan saya untuk membuka kelas menulis seperti yang brliau gagas. Namun, hal yang sangat mengesankan bagi saya, ketika waktu itu kami hendak beristirahat, saya diberikan wejangan yang singkat, namun sangat luar biasa dan padat kesannya dalam sebuah percakapan singkat.
"Jangan selesaikan studi doktormu, jika belum menulis apa-apa". Tegas Kang Sutejo.
Saya pun bertanya dengan sedikit bimbang, "Menulis apa-apa itu, maksudnya apa, Kang? Disertasi?".
"Bukan. Disertasi itu tulisan yang mutlak bagi mereka yang ingin menyandang gelar doktor. Disertasi itu sifatnya formalitas dan sebatas aturan akademik. Semua orang yang kuliah doktor, pasti bisa menulis disertasi karena itu kewajiban. Kecuali jika berhenti karena memang tidak sanggup menyelesaikan disertasi itu atau berhenti karena pelbagai alasan. Jika tidak bisa menulis disertasi, tentu gelar doktornya pun tidak bisa disandang." Jawab Kang Sutejo dengan nada meyakinkan.
Untuk menghilangkan kebingunan saya, saya pun kembali bertanya dengan nada penasaran, "Lalu, maksud Kang Sutejo, menulis apa?"
Dengan senyum simpul, Kang Sutejo menjelaskan denhan mengulangi sebagian pernyataan sebelumnya, "Jangan sekali-kali keluar dari Unesa apalagi menyandang gelar doktor, jika tidak menulis buku. Apakah itu buku non-fiksi, fiksi atau opini-opini yang menggugah yang menghasilkan uang karena dibayar setelah dimuat di media. Pokoknya, menulislah! Menulis apa saja. Namun, saya sarankan menulis buku. Mas (sapaan Kang Sutejo kepada saya) harus beda dengan mahasiswa doktor lainnya. Semua yang bergelar doktor, pasti bisa menulis disertasi. Namun, tidak semua yang doktor bisa menulis buku. Demikian halnya juga menulis artikel jurnal. Menulis artikel jurnal itu adalah tuntutan akademik dan pasti semua dosen apalagi doktor, bisa menulis artikel jurnal. Tetapi, belum tentu bisa menulis buku."
Saya pun hanya terdiam meresapi sambil mengangguk-angguk karena pesan pernyataan Kang Sutejo tersebut, bagi saya sangay menyentuh.
Setelah saya bertemu Kang Sutejo, pesan yang beliau sampaikan kepada saya merupakan wejangan yang sangat istimewa. Bahkan bagi saya, pernyataan tersebut sebuah cambuk motivasi untuk memicu saya untuk terus belajar dan banyak menulis. Alahmdulillah, sejak itu juga saya memulai banyak menulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar